31 Juli 2009
Sebelum Pintu Itu Kita Lalui
oleh: Addy Aba Salma
Kita adalah ummat akhir zaman, ummat Nabi Muhammad SAW. Rata-rata umur ummat Nabi Muhammad SAW hidup di dunia ini hanya mencapai kurang lebih 60 s.d 70 tahun. Nabi Muhammad SAW pun ketika meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya pada usia 63 tahun. Kalaupun ada ummatnya yang mencapai umur sampai 70 tahun bahkan 80 tahun jumlahnya sangat sedikit sekali, apalagi yang sampai umur 100 tahun, mungkin dapat kita hitung dengan jari.
Rasulullah SAW pernah bersabda tentang umur ummatnya selama di dunia ini dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Huraiarah Ra.: “Umur ummatku adalah antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit dari mereka yang melebihi itu.” (HR. At-Tirmidzi).
Kalaulah sekarang kita berumur 32 tahun, berarti umur kita yang tersisa tinggal 28 tahun lagi di dunia ini, jika memang Allah SWT menakdirkan kita hidup didunia ini selama 60 tahun. Kita semua tidaklah tahu akan hal itu, bisa jadi besok adalah ajal kita bahkan mungkin juga hari ini. Allahu a’lam…
Anggaplah kita memang akan mencapai 60 tahun hidup di dunia ini, pertanyaannya adalah apakah waktu yang tersisa itu dapat kita manfaatkan untuk menutupi kesalahan, kelalaian dan segala macam dosa yang terlakukan selama 32 tahun berlalu? Menutupinya dengan ibadah-ibadah yang akan kita lakukan selama sisa waktu jatah hidup kita di dunia ini, atau dalam sisa waktu itu kita malah membuat dosa itu semakin bertambah banyak.
Oleh karennya cukuplah rahasia umur yang Allah SWT tentukan kepada kita menjadi sebuah motivasi bagi kita untuk senantiasa beribadah kepada-Nya, meluangkan waktu untuk dekat kepada-Nya. Jangan kita menunda-nunda untuk taubat kepada-Nya, beristighfarlah atas dosa yang terlakukan. Karena kita tidak tahu berapa lama umur kita untuk merasakan nikmat hidup di dunia yang fana ini.
Mulailah untuk berbekal untuk perjalanan kita yang amat sangat jauh. Perjalanan yang tak kan pernah kita kembali lagi ke dunia ini. Perjalanan itu adalah perjalanan akhirat yang kita semua pasti akan mengalaminya. Dan perjalanan akhirat itu kita harus melalui satu pintu yang tidak ada pintu selainnya untuk menuju kesana. Pintu itu adalah kematian.
Tinggal ketentuan Allah SWT atas diri kita, kapan kita akan melalui pintu kematian itu, yang diawali dari sebuah episode sakaratul maut. Setelah itu kita akan merasakan dunia baru yaitu alam kubur, kita akan berada di dalamnya sepanjang umur dunia menemui waktunya, sampai ditiupkannya sangkakala pertanda dunia telah kiamat. Sungguh didalamnya ada nikmat dan juga adzab. Nikmat bagi mereka yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah ketika di dunia, dan adzab bagi mereka yang senantiasa berbuat dosa ketika di dunia.
Setelah tiupan sangkakala itu, ditiupkan kembali sangkakala yang kedua kalinya. Tiupan sangkakala yang kedua itu tanda dibangkitkannya kita dari alam kubur dan dikumpulkan di Yaumul Mahsyar dimana matahari berada dekat sekali dengan kita. Di Yaumul Mahsyar ini dalam sehari berbanding 50.000 tahun ketika di dunia, sungguh waktu yang amat sangat panjang sekali. Dan hanya orang-orang yang beriman dan bertaqwa yang akan merasakan kemudahan dari kesusahan dan penderitaan pada waktu itu.
Berlanjut setelah itu kita juga akan melalui Yaumul Hisab, hari perhitungan semua amal yang telah kita perbuat selama hidup didunia, dan ditentukannya apakah kita akan menjadi ahli syurga atau ahli neraka. Tentunya menjadi ahli syurga adalah keinginan kita. Sebuah keinginan yang kita harus berusaha untuk meraihnya. Dan usaha untuk meraihnya itu hanya bisa kita lakukan ketika di dunia ini, selagi udara masih bisa kita hirup, selagi nikmat hidup masih bisa kita rasakan.
Sebelum pintu itu kita lalui, pintu kematian yang pasti kita lewati, banyak-banyaklah beristighfar kepada Allah SWT. Tidak ada kata terlambat untuk berataubat kembali ke jalan-Nya. Karena ketahuilah sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima Taubat.
“...Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. At-Taubah:118)
Semoga kita adalah diantara hamba yang akan mendapatkan nikmat ketika di alam kubur, hamba yang mendapat naungan pertolongan-Nya ketika di Yaumul Mahsyar, dan dimudahkan dalam perhitungan di Yaumul Hisab, tentunya karena kita senantiasa mencoba mengumpulkan bekal kebaikan ketika di dunia ini, untuk sebuah perjalanan akhirat yang amat sangat jauh itu. Amiin...
Wallahu a’lam bishshawab
29 Juli 2009
Lebih Dari Apa Yang Terlukis
oleh : Addy Aba Salma
cobalah hadirkan syurga
yang terlukis dalam ayat-Nya
dan yang terlukis dari lisan kekasih-Nya
jernih air yang mengalir
hijau yang rindang
bidadari jelita yang mendampingi
semua terlukis menggetarkan hati
getaran keinginan rasa
lebih dari apa yang terlukis
jika nyata kelak dirasa
amin ya Allah...
cobalah hadirkan neraka
yang terlukis dalam ayat-Nya
dan yang terlukis dari lisan kekasih-Nya
panas api yang menyala
gersang yang meradang
wanita pendosa yang mendominasi
semua terlukis menggetarkan hati
getaran keengganan rasa
lebih dari apa yang terlukis
jika nyata kelak dirasa
naudzubillah...
sya'ban 1430
25 Juli 2009
Rindu Akan Kampung Akhirat
oleh: Addy Aba Salma
Banyak kisah tentang kerinduan. Rindu anak kepada orang tuanya yang sedang berada di kampung, atau sebaliknya rindu orang tua terhadap anaknya yang sedang dalam perantauan di negeri seberang. Ketika rasa rindu itu datang, pastinya kita akan selalu teringat akan apa yang kita rindukan.
Seorang anak yang rindu terhadap orangtuanya di kampung, ia akan berusaha mengumpulkan bekal untuk biaya pulang dan untuk membawa oleh-oleh yang terbaik untuk orangtuanya. Begitupun orang tua yang merindukan anaknya di perantauan, ia akan mempersiapkan apa saja kesukaan anaknya untuk menyambut kedatangannya ketika kabar berita kedatangan anaknya itu didengarnya.
Kisah rindu diatas adalah kisah rindu anak terhadap orangtuanya dan rindu orangtua terhadap anaknya. Lain halnya dengan kisah rindu antara dua orang kekasih yang sedang jatuh cinta. Dalam segala kondisi mereka selalu ingat terhadap kekasihnya, ketika sedang makan, minum, berjalan, duduk bahkan ketika sedang tidurpun teringat kekasihnya sampai-sampai terbawa mimpi.
Seperti itulah rindu ketika datang menghampiri. Kita akan selalu ingat terhadap apa yang kita rindukan. Rindu kampung halaman, rindu orangtua, rindu anak, rindu kekasih, dan rindu-rindu yang lainnya. Tetapi bagi orang beriman kerinduan yang harus ada adalah kerinduan terhadap kampung akhirat, rindu tempat dimana kita akan hidup selama-lamanya disana kelak.
Rindu akan kampung akhirat berarti kita senantiasa teringat kepada pemiliknya yaitu Allahu Rabbul ’Alamin, pencipta segala apa yang ada di jagat raya kehidupan, jagat raya kehidupan dunia dan akhirat. Rindu itu tercermin dari apa yang dilakukannya ketika di dunia ini untuk senantiasa ingat kepada-Nya.
Banyak kisah hamba beriman yang mencerminkan kerinduan akan kampung akhirat, yang dilakukannya senantiasa ingat kepada Allah SWT. Seperti kisah pengembala pada zaman Khalifah Umar Bin Khattab ra. Pada saat itu Abdullah bin Dinar dan Umar Bin Khattab ra. sedang dalam perjalanan menuju Makkah, di tengah perjalanan mereka beristirahat. Tiba-tiba muncul seorang pengembala menuruni lereng gunung dan melewati mereka berdua. Umar kemudian bertanya kepada pengembala itu: ”Hai Pengembala, juallah seekor kambingmu kepada saya?”. ”Tidak, saya ini seorang budak”, jawab pengembala itu. ”katakan saja kepada tuanmu bahwa dombanya di terkam serigala”, Umar menguji. Dengan tegas pengembala itu berkata: ”Kalau begitu, dimana Allah SWT?”.
Ketika mendengar jawaban pengembala itu Umar bin Khattab ra. menangis. Kemudian Umar pergi bersama pengembala tersebut menemui tuannya, untuk dimerdekakannya. Dan umar pun seraya berkata: ”Kamu telah dimerdekakan di dunia ini oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa memerdekakanmu di akhirat kelak”.
Kisah lainnya adalah kisah ibu dan putrinya penjual susu yang juga terjadi pada zaman Khalifah Umar bin khattab ra. Ketika ibunya ingin mencampur susu yang akan dijualnya dengan air, supaya mendapatkan keuntungan yang lebih banyak, putrinya mengingatkan: ”Bagaimana jika Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. mengetahui?”. Sang Ibu tidak menghiraukan nasihat dari anaknya dan bersihkeras melaksanakan keinginannya itu. Dan putrinya pun kembali menasihati: ”Kalaupun Amirul Mukminin tidak melihat kita tetapi Rabb Amirul Mukminin melihat kita”.
Begitulah apa yang dilakukan oleh orang yang ada kerinduan dalam dirinya akan akhirat, mereka senantiasa ingat kepada Allah SWT. Selalu berusaha untuk menjauhi perbuatan-perbuatan dosa baik dalam keramaian ataupun dalam kesendiriannya. Kita mengenal hal itu dengan istilah Muroqobatullah atau merasakan pengawasan Allah SWT, yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat dan yang tidak pernah mengantuk dan juga tidur.
”...dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al Hadiid:4)
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Qs. Al Baqarah:255)
Dengan sifat Muroqobatullah itu kita akan senantiasa ingat kepada-Nya. Dan orang-orang yang rindu akan kampung akhirat, sifat ini akan selalu dipelihara. Tentunya Muroqabatullah ini akan mengangkat derajat seorang hamba menjadi orang-orang yang Taqwa. Karena sebagaimana didefinisikan oleh sebagian ulama Taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu dalam perintah-perintah-Nya. Definisi Taqwa lainnya adalah mencegah diri dari adzab Allah dengan berbuat amal sholeh dan takut kepada-Nya dikala sepi atau terang-terangan.
Dan Taqwa adalah jalan untuk meraih kebahagian di kampung akhirat sana, yaitu syurga yang mengalir dididalamnya sungai-sungai. Sungguh begitu damai terasa kampung akhirat yang bernama syurga itu. Semoga kita kelak ada diantara hamba yang berada didalamnya. Amin... Ya Rabbal ’Alamin...
”Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang taqwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai didalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka.” (Qs. Ar Ra’d:35)
Wallahu a’lam bishshawab
16 Juli 2009
Bacalah Al Qur'an
,
Oleh: Addy Aba Salma
Rasulullah pernah bersabda dari hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi: “Ibadah ummatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur'an". Karena membaca Al Qur’an adalah Ibadah yang paling utama, Rasulullah SAW memberikan motivasi kepada kita ummatnya supaya senantiasa membacanya, walaupun membacanya dengan terbata-bata.
“Seseorang yang membaca Al Qur’an yang mahir dalam membacanya bersama malaikat yang diutus, yang mulia lagi senantiasa berbuat taat, dan orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan kesulitan akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Muslim)
Dari hadist diatas tentunya kita akan termotivasi untuk senantiasa membaca Al Qur’an. Bagi kita yang mahir dalam membacanya maka akan diutus malaikat yang mulia dan taat untuk bersama kita, dan bagi yang kurang lancar dan terbata-bata dalam membacanya akan mendapatkan dua pahala.
Hadist lainnya juga ada yang menerangkan bahwa ketika kita membaca Al Qur’an dalam setiap huruf yang kita baca akan mendapat satu kebaikan, dan setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Kitab (Al Qur’an) maka ia mendapat satu kebaikan. Setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf”. (HR. At-Tirmidzi)
Tentunya kita sebagai Muslim seharusnya menjadikan membaca Al-Quran itu sebagai kebiasaannya, tiada hari tanpa membacanya walaupun hanya satu lembar halaman Al Qur’an. Menjadikan sebuah kebiasaan walaupun kita masih membacanya dengan terbata-bata, dan tetap ada usaha untuk belajar untuk bisa lancar dalam membacanya walaupun telah putih rambut di kepala. Tidak ada kata terlambat untuk belajar membacanya dengan lancar dan benar.
Sempurnakanlah wudhu dan ambillah Al Qur’an, mulailah kita untuk membacanya yang terlebih dahulu dengan membaca Ta’awudz “Audzubillaahiminasysyaithaanirrajiim...”. Setelah itu bacalah lembar demi lembarnya mulai dari surat Al Fatihah, Al Baqarah hingga kita dapat meng-khatam-kan sampai surat terakhirnya yaitu surat An Naas.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk meng-khatam-kan Al Qur’an dalam waktu satu bulan, dan jangan meng-khatam-kannya kurang dari 3 hari. Seperti apa yang pernah disabdakannya: “Dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Rasulullah SAW., beliau berkata, "Puasalah tiga hari dalam satu bulan." Aku berkata, "Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai Rasulullah." Namun beliau tetap melarang, hingga akhirnya beliau mengatakan, "Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan bacalah Al-Qur'an (khatamkanlah) dalam sebulan." Aku berkata, "Aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?" Beliau terus malarang hingga batas tiga hari.” (HR. Bukhari)
Tidak dapat meng-khatam-kannya dalam sebulan tidak ada dosa karenanya, yang terpenting adalah kita berusaha membacanya setiap hari. Tetapi mungkin ada diantara kita yang biasa membacanya satu juz dalam sehari, yang dengan itu berarti dalam sebulan dapat meng-khatam-kannya, kalau bisa seperti itu maka lakukanlah. Membacanya sedikit secara kontinyu terus-menerus (istimrariyah) lebih baik dari pada membacanya banyak-banyak tetapi tidak dilakukan secara kontinyu terus-menerus (istimrariyah).
"Amalan apa yang paling disukai Allah Ta’ala?” Jawab Rasulullah “Amalan yang dikerjakan secara terus menerus walaupun sedikit”. (HR. Bukhari)
Semoga di yaumul akhir kelak kita adalah golongan orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari Al Qur’an karena kita senantiasa membacanya ketika di dunia. Jadi kapan lagi, mulailah dari lembar halaman pertamanya sekarang juga.
“Bacalah Al Qur’an karena sesungguhnya Al Qur’an itu nanti pada hari kiamat akan datang untuk memberi syafa’at kepada orang yang membacanya”. (HR. Muslim)
Wallahu a’lam Bishshawab
Oleh: Addy Aba Salma
Rasulullah pernah bersabda dari hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi: “Ibadah ummatku yang paling utama adalah membaca Al-Qur'an". Karena membaca Al Qur’an adalah Ibadah yang paling utama, Rasulullah SAW memberikan motivasi kepada kita ummatnya supaya senantiasa membacanya, walaupun membacanya dengan terbata-bata.
“Seseorang yang membaca Al Qur’an yang mahir dalam membacanya bersama malaikat yang diutus, yang mulia lagi senantiasa berbuat taat, dan orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan kesulitan akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Muslim)
Dari hadist diatas tentunya kita akan termotivasi untuk senantiasa membaca Al Qur’an. Bagi kita yang mahir dalam membacanya maka akan diutus malaikat yang mulia dan taat untuk bersama kita, dan bagi yang kurang lancar dan terbata-bata dalam membacanya akan mendapatkan dua pahala.
Hadist lainnya juga ada yang menerangkan bahwa ketika kita membaca Al Qur’an dalam setiap huruf yang kita baca akan mendapat satu kebaikan, dan setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Seperti apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah SAW “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Kitab (Al Qur’an) maka ia mendapat satu kebaikan. Setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf”. (HR. At-Tirmidzi)
Tentunya kita sebagai Muslim seharusnya menjadikan membaca Al-Quran itu sebagai kebiasaannya, tiada hari tanpa membacanya walaupun hanya satu lembar halaman Al Qur’an. Menjadikan sebuah kebiasaan walaupun kita masih membacanya dengan terbata-bata, dan tetap ada usaha untuk belajar untuk bisa lancar dalam membacanya walaupun telah putih rambut di kepala. Tidak ada kata terlambat untuk belajar membacanya dengan lancar dan benar.
Sempurnakanlah wudhu dan ambillah Al Qur’an, mulailah kita untuk membacanya yang terlebih dahulu dengan membaca Ta’awudz “Audzubillaahiminasysyaithaanirrajiim...”. Setelah itu bacalah lembar demi lembarnya mulai dari surat Al Fatihah, Al Baqarah hingga kita dapat meng-khatam-kan sampai surat terakhirnya yaitu surat An Naas.
Rasulullah SAW menganjurkan untuk meng-khatam-kan Al Qur’an dalam waktu satu bulan, dan jangan meng-khatam-kannya kurang dari 3 hari. Seperti apa yang pernah disabdakannya: “Dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Rasulullah SAW., beliau berkata, "Puasalah tiga hari dalam satu bulan." Aku berkata, "Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai Rasulullah." Namun beliau tetap melarang, hingga akhirnya beliau mengatakan, "Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan bacalah Al-Qur'an (khatamkanlah) dalam sebulan." Aku berkata, "Aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?" Beliau terus malarang hingga batas tiga hari.” (HR. Bukhari)
Tidak dapat meng-khatam-kannya dalam sebulan tidak ada dosa karenanya, yang terpenting adalah kita berusaha membacanya setiap hari. Tetapi mungkin ada diantara kita yang biasa membacanya satu juz dalam sehari, yang dengan itu berarti dalam sebulan dapat meng-khatam-kannya, kalau bisa seperti itu maka lakukanlah. Membacanya sedikit secara kontinyu terus-menerus (istimrariyah) lebih baik dari pada membacanya banyak-banyak tetapi tidak dilakukan secara kontinyu terus-menerus (istimrariyah).
"Amalan apa yang paling disukai Allah Ta’ala?” Jawab Rasulullah “Amalan yang dikerjakan secara terus menerus walaupun sedikit”. (HR. Bukhari)
Semoga di yaumul akhir kelak kita adalah golongan orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari Al Qur’an karena kita senantiasa membacanya ketika di dunia. Jadi kapan lagi, mulailah dari lembar halaman pertamanya sekarang juga.
“Bacalah Al Qur’an karena sesungguhnya Al Qur’an itu nanti pada hari kiamat akan datang untuk memberi syafa’at kepada orang yang membacanya”. (HR. Muslim)
Wallahu a’lam Bishshawab
Langganan:
Postingan (Atom)