oleh: Addy Aba Salma
Waktu menunjukkan pukul 04.00 subuh, tidak biasanya Qanitah bangun pada waktu itu. Qanitah adalah anak perempuan yang masih berumur empat tahun. Ada apa Qanitah se-subuh itu sudah bangun dari tidurnya. Mungkin karena Bundanya yang sudah bangun dari tidur, untuk melanjutkan sisa pekerjaan menghitung nilai-nilai anak muridnya di sekolah, karena akhir pekan ini akan ada pembagian raport di sekolah. Ya, karena Bunda Qanitah adalah seorang guru dan diamanahi sebagai wali kelas.
Ayah Qanitah akhirnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Dan ia melihat suasana kamar tengah yang sudah ada kehidupan, istrinya yang sedang melanjutkan menghitung nilai-nilai anak muridnya dengan ditemani Qanitah anak tersayangnya.
Dan akhirnya kumandang adzan subuh pun terdengar dari musholla belakang rumahnya. Allahu akbar… Allahu akbar… bersamaan dengan itu Qanitah langsung berkata sambil berjalan menuju Ayahnya, ”Ayah sudah adzan, sudah adzan, shalat di masjid Ayah… Qanitah ikut”. “Sekarang sholat apa Ayah, koq ada adzan ya…”, tanya Qanitah, “Sekarang shalat subuh Qanitah…, iya itu namanya adzan subuh…” jawab ayahnya sambil tersenyum. Ayah Qanitah segera bersih-bersih dan berwudhu.
Seperti hari-hari sebelumnya, Ayah Qanitah senantiasa berusaha untuk shalat berjama’ah di musholla. Dan sesekali memang Qanitah anaknya diajak untuk shalat berjama’ah di musholla, kecuali shalat subuh, karena memang biasanya Qanitah belum bangun dari tidur nyenyaknya. Ayah Qanitah juga sering berkata kepada anaknya, “Qanitah, kalau sholat harus berjama’ah di masjid. Bapak-bapak, anak laki-laki, sholatnya berjama’ah di masjid. Kalau anak perempuan sholat di masjid atau di rumah juga boleh”.
Ayah Qanitah menunggu anaknya untuk sekedar cuci muka, karena air masih sangat dingin bagi Qanitah yang masih berumur empat tahun, jadi ia hanya cuci muka saja untuk menghilangkan kantuknya yang masih terlihat di wajah lucunya, dan kemudian Qanitah mengenakan jilbab kecilnya.
Mereka melangkah bersama menuju musholla untuk shalat subuh berjama’ah. Sesampainya di musholla, yang hanya kurang lebih 30 langkah dari depan rumahnya, lqamat pun terdengar. Dan langsung mereka mengambil shaf kedua, karena shaf pertama sudah terisi penuh, Qanitah yang masih kecil berada di samping kanan ayahnya. Shaf kedua adalah shaf terakhir dari shalat subuh berjama’ah waktu itu, dan tidak juga terisi penuh. Begitulah kondisi shalat subuh di mushalla perumahan tempat Ayah Qanitah tinggal, tidak banyak jama’ah yang hadir. Kondisi seperti ini mungkin juga sama di masjid-masjid atau mushalla-mushalla lainnya. Sepi dari jama’ah yang hadir.
Tidak ada teman sebaya Qanitah pada waktu shalat shubuh berjama’ah itu. Setelah selesai shalat Qanitah pun coba melihat kebelakang, melihat shaf tempat shalat untuk anak-anak perempuan. Hanya hamparan sajadah panjang saja yang ada. Disitu biasanya Qanitah dan teman-teman sebayanya ketika shalat maghrib berjama’ah, disitu juga tempat untuk anak-anak perempuan mengaji Iqra’ setelah shalat Maghrib.
Setelah selesai berdo’a Ayah Qanitah mengajak anaknya untuk kembali kerumah. Sebelum keluar dari ruang mushalla, Ayah Qanitah mengeluarkan selembar uang kertas yang sudah di lipat dari sakunya Rp 5.000,-. Diberikannya lipatan uang kertas itu kepada Qanitah dan sambil berkata: “Qanitah ini uangnya cemplungin ke kotak amal jariah”, “Yang mana Ayah?...”, “Itu kotak amalnya...” Ayah Qanitah sambil menunjuk kotak amal yang ada di sebelah kiri pintu musholla, “Oh itu… celengan ya Ayah…”, “Bukan, itu bukan celengan, itu kotak amal” Ayah Qanitah menjelaskan, “Koq kaya’ celengan ya Ayah…”, “Iya ada lubang untuk cemplungin uangnya ya…”. Qanitah pun mengulurkan tangannya ke kotak amal itu, sambil mencemplungkan uang kertas yang ada dalam genggamannya, seraya berkata “Bismillahirrahmanirrahiiim…”
Merekapun melangkah keluar musholla dan berjalan menuju rumah. Alhamdulillah… Ayah Qanitah bersyukur kepada Allah SWT, karena anaknya mendapatkan pelajaran kebaikan di waktu subuh yang dapat ia berikan dan contohkan. Pelajaran kebaikan shalat subuh berjama’ah dan mengeluarkan sebagian rizki untuk di infaq-kan di jalan Allah.
”Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari Muslim)
“Barangsiapa yang sholat Isya’ berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh.” (HR. Muslim)
“Para malaikat berkumpul pada saat shalat subuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga subuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu solat ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga solat ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-Ku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’.”(HR. Ahmad)
“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali dua malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang ber-infaq”. Dan lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang bakhil” (HR. Bukhari Muslim)
08 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar