oleh: Addy Aba Salma
Ramadhan dua tahun yang lalu, Pak Ikhwan (bukan nama sebenarnya) namanya tercatat sebagai pengisi kultum di mushalla tempat tinggalnya. Pengurus Mushalla meminta Pak Ikhwan untuk bersedia mengisi Kultum sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.
Kultum adalah kuliah tujuh menit, yang di isi sebuah tausyiah singkat setelah shalat tarawih, sebelum melanjutkan shalat witir. Istilah Kultum sangat marak ketika bulan Ramadhan, hampir di setiap masjid dan mushalla mengadakan Kultum. Kultum tidak harus setelah shalat tarawih, ada juga panitia masjid atau mushalla yang mengadakannya setelah shalat witir.
Kultum atau kuliah tujuh menit, pada prakteknya para pengisi Kultum menyampaikan tausyiahnya bisa lebih dari tujuh menit, malah bisa sampai tujuh belas menit. Tetapi insya Allah walaupun tujuh belas menit, para jama’ah menikmati dan mendengarkan Kultum/tausiyah yang disampaikan.
Memang terdengar dari beberapa dari jama’ah yang mengucapkan ‘amiiin…’ di menit yang kesepuluh, yang maksudnya mungkin pengisi Kultum disuruh cepat-cepat selesai dari Kultumnya, biasanya sih memang begitu. Begitulah masih ada jama’ah yang tidak betah mendengarkan Kultum/tausyiah lama-lama. Tetapi kenapa tidak terjadi pada waktu Khutbah shalat jum’at, tidak ada yang berkata ‘amiiin..’, mungkin karena yang tidak betah mendengarkan khutbah pada tertidur ketika Khatib menyampaikan Khutbahnya.
Kembali kepada Pak Ikhwan. Pak Ikhwan menerima tawaran itu, dan mulai mempersiapkan materi yang akan disampaikannya nanti ketika jadwal kultumnya sudah tiba. Pak Ikhwan bolak-balik membaca buku untuk persiapannya mengisi Kultum. Sebenarnya Pak Ikhwan ingin menolak karena belum pantas untuk menyampaikan tausyiah di dalam Kultumnya, karena masih banyak yang lainnya yang lebih tua. Tetapi Pak Ikhwan yang masih berumur 30 tahun waktu itu berusaha bisa, dan menjadikan itu sebagai ajang pelatihan buat dirinya untuk menyampaikan kebenaran diatas mimbar, berdakwah yang diniatkannya hanya karena Allah SWT.
Jadwal Kultum Pak Ikhwan akhirnya tiba. Pak Ikhwan mengisi Kultum ba’da shalat tarawih malam itu. Ia menyampaikan tausyiah dalam Kultumnya, “Kullu nafsin dzaiqatul maut, bahwa setiap yang bernyawa akan merasakan mati…”. Pak Ikhwan menyampaikan tausyiah tentang kematian.
“Kita semua pasti akan menemui kematian. Hidup kita didunia ini hanyalah sementara. Tentunya kita semua menginginkan ketika menemui kematiannya dalam keadaan khusnul khatimah, kita semua tidak ada yang menginginkan mati dalam keadaan su’ul khatimah. Malaikat Izrail bisa saja datang tiba-tiba menjemput kita. Ketika kita sedang ‘banting kartu’ atau pada saat kita ‘nyekek botol’, yang berarti dengan itu kematian kita itu dalam keadaan su’ul khatimah” papar Pak Ikhwan.
Pak Ikhwan melajutkan dengan menyampaikan sebuah ayat, “Dan Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Munafiqun Ayat 11: ‘Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya…’.”
Begitulah sebagian tausyiah yang disampaikan Pak Ikhwan dalam Kultumnya malam itu, tausyiah yang mengingatkan kita akan kematian yang bisa datang secara tiba-tiba dan tidak bisa kita menangguhkannya.
Beberapa hari kemudian, Pak Ikhwan dikabarkan tetangganya Pak Tono (bukan nama sebenarnya), bahwa ada yang tidak senang dengan apa yang disampaikan dalam Kultum Pak Ikhwan beberapa hari yang lalu itu. Pak Ikhwan bertanya dalam hati, “Apa yang salah ya? Dalam Kultum aku kemarin ini…”
Pak Ikhwan menjadi penasaran ingin tahu dan bertanya kepada Pak Tono, “Pak, kalau boleh tahu, siapa yang tidak suka dengan isi Kultum saya? Dan apa ada yang salah dengan kultum saya?”, Pak Tono tidak menjelaskan siapa yang tidak suka dengan isi Kultum Pak Ikhwan, Pak Tono hanya berkata, “Mereka tidak suka Bapak membawa-bawa istilah ‘banting kartu’ dalam kultum Bapak kemarin itu…”
Pak Ikhwan langsung mengerti duduk persoalannya, kenapa mereka tidak suka. Tausyiah kematian yang tidak disukai oleh mereka itu karena ‘menyentil’ mereka rupanya. Mereka tersinggung. ‘Banting kartu’ yang di singgung oleh Pak Ikhwan dalam Kultumnya itu memang maksudnya adalah orang yang suka bermain kartu remi/gaple. Karena memang mereka suka bermain kartu di pinggir jalan, membuang-buang waktu hanya untuk bermain kartu di pinggir jalan. Yang parahnya lagi mereka bermain kartu juga walaupun di bulan Ramadhan. Memang meraka bermain kartu tidak memakai uang, hanya bermain hukuman jepit telinga dengan jepitan baju bagi mereka yang kalah. Tetapi seharusnya mereka menghormati bulan Ramadhan, bulan mulia yang penuh dengan keberkahan, jangan disia-siakan waktunya hanya untuk ‘banting kartu’.
Pak Ikhwan sudah mencoba untuk berdakwah dalam Kultumnya, mengajak manusia dari yang salah menuju yang benar. Tetapi begitulah manusia ada yang menerima ada yang tidak. Sudah sunatullah, Pak Ikhwan sudah berikhtiar, hasilnya serahkan kepada Allah SWT.
Ket:
banting kartu = main kartu remi/gaple’
nyekek botol = minum minuman keras
30 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar