aku, diantara yang berjalan di atas punggung bumi, untuk terus BELAJAR

-Addy Aba Salma-

30 Juli 2010

Tausyiah Kematian Yang Tidak Disukai

oleh: Addy Aba Salma

Ramadhan dua tahun yang lalu, Pak Ikhwan (bukan nama sebenarnya) namanya tercatat sebagai pengisi kultum di mushalla tempat tinggalnya. Pengurus Mushalla meminta Pak Ikhwan untuk bersedia mengisi Kultum sesuai dengan jadwal yang telah diberikan.

Kultum adalah kuliah tujuh menit, yang di isi sebuah tausyiah singkat setelah shalat tarawih, sebelum melanjutkan shalat witir. Istilah Kultum sangat marak ketika bulan Ramadhan, hampir di setiap masjid dan mushalla mengadakan Kultum. Kultum tidak harus setelah shalat tarawih, ada juga panitia masjid atau mushalla yang mengadakannya setelah shalat witir.

Kultum atau kuliah tujuh menit, pada prakteknya para pengisi Kultum menyampaikan tausyiahnya bisa lebih dari tujuh menit, malah bisa sampai tujuh belas menit. Tetapi insya Allah walaupun tujuh belas menit, para jama’ah menikmati dan mendengarkan Kultum/tausiyah yang disampaikan.

Memang terdengar dari beberapa dari jama’ah yang mengucapkan ‘amiiin…’ di menit yang kesepuluh, yang maksudnya mungkin pengisi Kultum disuruh cepat-cepat selesai dari Kultumnya, biasanya sih memang begitu. Begitulah masih ada jama’ah yang tidak betah mendengarkan Kultum/tausyiah lama-lama. Tetapi kenapa tidak terjadi pada waktu Khutbah shalat jum’at, tidak ada yang berkata ‘amiiin..’, mungkin karena yang tidak betah mendengarkan khutbah pada tertidur ketika Khatib menyampaikan Khutbahnya.

Kembali kepada Pak Ikhwan. Pak Ikhwan menerima tawaran itu, dan mulai mempersiapkan materi yang akan disampaikannya nanti ketika jadwal kultumnya sudah tiba. Pak Ikhwan bolak-balik membaca buku untuk persiapannya mengisi Kultum. Sebenarnya Pak Ikhwan ingin menolak karena belum pantas untuk menyampaikan tausyiah di dalam Kultumnya, karena masih banyak yang lainnya yang lebih tua. Tetapi Pak Ikhwan yang masih berumur 30 tahun waktu itu berusaha bisa, dan menjadikan itu sebagai ajang pelatihan buat dirinya untuk menyampaikan kebenaran diatas mimbar, berdakwah yang diniatkannya hanya karena Allah SWT.

Jadwal Kultum Pak Ikhwan akhirnya tiba. Pak Ikhwan mengisi Kultum ba’da shalat tarawih malam itu. Ia menyampaikan tausyiah dalam Kultumnya, “Kullu nafsin dzaiqatul maut, bahwa setiap yang bernyawa akan merasakan mati…”. Pak Ikhwan menyampaikan tausyiah tentang kematian.

“Kita semua pasti akan menemui kematian. Hidup kita didunia ini hanyalah sementara. Tentunya kita semua menginginkan ketika menemui kematiannya dalam keadaan khusnul khatimah, kita semua tidak ada yang menginginkan mati dalam keadaan su’ul khatimah. Malaikat Izrail bisa saja datang tiba-tiba menjemput kita. Ketika kita sedang ‘banting kartu’ atau pada saat kita ‘nyekek botol’, yang berarti dengan itu kematian kita itu dalam keadaan su’ul khatimah” papar Pak Ikhwan.

Pak Ikhwan melajutkan dengan menyampaikan sebuah ayat, “Dan Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Munafiqun Ayat 11: ‘Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya…’.”

Begitulah sebagian tausyiah yang disampaikan Pak Ikhwan dalam Kultumnya malam itu, tausyiah yang mengingatkan kita akan kematian yang bisa datang secara tiba-tiba dan tidak bisa kita menangguhkannya.

Beberapa hari kemudian, Pak Ikhwan dikabarkan tetangganya Pak Tono (bukan nama sebenarnya), bahwa ada yang tidak senang dengan apa yang disampaikan dalam Kultum Pak Ikhwan beberapa hari yang lalu itu. Pak Ikhwan bertanya dalam hati, “Apa yang salah ya? Dalam Kultum aku kemarin ini…”

Pak Ikhwan menjadi penasaran ingin tahu dan bertanya kepada Pak Tono, “Pak, kalau boleh tahu, siapa yang tidak suka dengan isi Kultum saya? Dan apa ada yang salah dengan kultum saya?”, Pak Tono tidak menjelaskan siapa yang tidak suka dengan isi Kultum Pak Ikhwan, Pak Tono hanya berkata, “Mereka tidak suka Bapak membawa-bawa istilah ‘banting kartu’ dalam kultum Bapak kemarin itu…”

Pak Ikhwan langsung mengerti duduk persoalannya, kenapa mereka tidak suka. Tausyiah kematian yang tidak disukai oleh mereka itu karena ‘menyentil’ mereka rupanya. Mereka tersinggung. ‘Banting kartu’ yang di singgung oleh Pak Ikhwan dalam Kultumnya itu memang maksudnya adalah orang yang suka bermain kartu remi/gaple. Karena memang mereka suka bermain kartu di pinggir jalan, membuang-buang waktu hanya untuk bermain kartu di pinggir jalan. Yang parahnya lagi mereka bermain kartu juga walaupun di bulan Ramadhan. Memang meraka bermain kartu tidak memakai uang, hanya bermain hukuman jepit telinga dengan jepitan baju bagi mereka yang kalah. Tetapi seharusnya mereka menghormati bulan Ramadhan, bulan mulia yang penuh dengan keberkahan, jangan disia-siakan waktunya hanya untuk ‘banting kartu’.

Pak Ikhwan sudah mencoba untuk berdakwah dalam Kultumnya, mengajak manusia dari yang salah menuju yang benar. Tetapi begitulah manusia ada yang menerima ada yang tidak. Sudah sunatullah, Pak Ikhwan sudah berikhtiar, hasilnya serahkan kepada Allah SWT.

Ket:
banting kartu = main kartu remi/gaple’
nyekek botol = minum minuman keras

17 Juli 2010

Karenanya Akan Ada Yang Sayang Kepada Kita

Oleh: Addy Aba Salma

Siapa yang tidak jenuh dan bosan ketika menunggu, apalagi ketika yang di tunggu tidak kunjung datang, be-te kata anak zaman sekarang, “Ya iya lah masa ya iya dong, udah di tungguin janjian jam 8 dateng jam 9, dasar jam karet, bener-bener be-te neh jadinya…”, ya gitu deh, adanya dumelan dari mulut seseorang yang jenuh dan bosan menunggu. Tetapi itu sepertinya sudah biasa terjadi, dan kita pun juga pernah tentunya merasakan, menunggu. Be-te!

Ada lagi menunggu yang lain. Yaitu menunggu kereta yang akan lewat di perlintasan pintu rel kereta api. Pastinya jangan macam-macam untuk berani melewatinya. Baiknya kita memang menunggu, menungu sampai kereta api itu lewat dan pintu perlintasan rel kereta api di buka. Baru kita bisa melanjutkan perjalanan kembali dengan selamat. Kesal juga jadinya kalau yang lewat nggak taunya cuma kepala lokomotifnya aja, ada juga yang ngedumel “udeh lama nunggu, eh cuma kepala lokomotifnya aje yang lewat…”. Kepala lokomotif kereta api itupun berlalu dengan pelannya, Tuut… tuuut… nguuung jejes jejes…

Masih banyak lagi menunggu-menunggu yang lainnya. Dan dari sekian banyak menunggu, ingin tahu tidak? ada sebenarnya menunggu yang tidak membuat kita bosan, jenuh, be-te dan kesal, karena yang di tunggu pastilah datang, tepat waktu lagi. Dan karenanya akan ada yang sayang kepada kita. Beneran, suer…

Tetapi kebanyakan orang jarang melakukannya untuk menunggu yang satu ini, karena kesibukan aktivitas atau karena hal lainnya. Menunggu yang ini memang bukan menunggu dalam urusan dunia, tetapi menunggu dalam urusan akhirat, menunggu datangnya waktu shalat. Kebanyakan dari kita tidak menunggu datangnya waktu shalat, kita tidak mengalokasikan waktu yang ada untuk menunggu datangnya waktu shalat. Kita datang ke masjid/mushalla ketika adzan telah berlalu, dan kaki mulai melangkah menuju masjid ketika iqamat dikumandangkan. Dan sering juga kita datang ke masjid/mushalla ketika imam dan makmum telah selesai shalat berjama’ah. Tidak pernah kita berdiri untuk shalat berada di shaf pertamanya.

Jangan menunggu setengah atau satu jam sebelumnya, karena kita ada aktivitas lainnya, mungkin bekerja atau belajar. Kita bisa menunggu sambil melakukan aktivitas kerja atau belajar, dan ketika adzan terdengar bersegera kita untuk berangkat ke masjid/mushalla.

Tetapi ketika kita memang memiliki waktu luang, di hari libur misalnya, sesekali kita coba untuk menunggu waktu shalat itu setengah atau satu jam sebelum waktu shalat itu datang. Kita sudah berada di dalam masjid/mushalla, niatkan untuk i’tikaf sambil berdzikir atau tilawah al qur’an misalnya.

Tahu tidak? dari apa yang kita lakukan itu, dalam menunggu datangnya waktu shalat, ada malaikat yang senantiasa mendo’akan kita.

“Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendo’akannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’.” (HR. Muslim)

Dari keterangan hadist diatas bahwa orang yang menunggu datangnya waktu shalat dalam keadaan suci akan dido’akan oleh malaikat “Ya Allah ampunilah ia, Ya Allah sayangilah ia”.

Kalau malaikat yang sudah berdo’a, maka tidak ada lagi sekat penghalang untuk terkabulnya do’a itu. Dan yang akan sayang kepada kita adalah Allah SWT, Rab semesta alam, yang telah menciptakan kita. Beneran, suer…

Wallahu a’lam

08 Juli 2010

Pelajaran Kebaikan Di Waktu Subuh

oleh: Addy Aba Salma

Waktu menunjukkan pukul 04.00 subuh, tidak biasanya Qanitah bangun pada waktu itu. Qanitah adalah anak perempuan yang masih berumur empat tahun. Ada apa Qanitah se-subuh itu sudah bangun dari tidurnya. Mungkin karena Bundanya yang sudah bangun dari tidur, untuk melanjutkan sisa pekerjaan menghitung nilai-nilai anak muridnya di sekolah, karena akhir pekan ini akan ada pembagian raport di sekolah. Ya, karena Bunda Qanitah adalah seorang guru dan diamanahi sebagai wali kelas.

Ayah Qanitah akhirnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Dan ia melihat suasana kamar tengah yang sudah ada kehidupan, istrinya yang sedang melanjutkan menghitung nilai-nilai anak muridnya dengan ditemani Qanitah anak tersayangnya.

Dan akhirnya kumandang adzan subuh pun terdengar dari musholla belakang rumahnya. Allahu akbar… Allahu akbar… bersamaan dengan itu Qanitah langsung berkata sambil berjalan menuju Ayahnya, ”Ayah sudah adzan, sudah adzan, shalat di masjid Ayah… Qanitah ikut”. “Sekarang sholat apa Ayah, koq ada adzan ya…”, tanya Qanitah, “Sekarang shalat subuh Qanitah…, iya itu namanya adzan subuh…” jawab ayahnya sambil tersenyum. Ayah Qanitah segera bersih-bersih dan berwudhu.

Seperti hari-hari sebelumnya, Ayah Qanitah senantiasa berusaha untuk shalat berjama’ah di musholla. Dan sesekali memang Qanitah anaknya diajak untuk shalat berjama’ah di musholla, kecuali shalat subuh, karena memang biasanya Qanitah belum bangun dari tidur nyenyaknya. Ayah Qanitah juga sering berkata kepada anaknya, “Qanitah, kalau sholat harus berjama’ah di masjid. Bapak-bapak, anak laki-laki, sholatnya berjama’ah di masjid. Kalau anak perempuan sholat di masjid atau di rumah juga boleh”.

Ayah Qanitah menunggu anaknya untuk sekedar cuci muka, karena air masih sangat dingin bagi Qanitah yang masih berumur empat tahun, jadi ia hanya cuci muka saja untuk menghilangkan kantuknya yang masih terlihat di wajah lucunya, dan kemudian Qanitah mengenakan jilbab kecilnya.

Mereka melangkah bersama menuju musholla untuk shalat subuh berjama’ah. Sesampainya di musholla, yang hanya kurang lebih 30 langkah dari depan rumahnya, lqamat pun terdengar. Dan langsung mereka mengambil shaf kedua, karena shaf pertama sudah terisi penuh, Qanitah yang masih kecil berada di samping kanan ayahnya. Shaf kedua adalah shaf terakhir dari shalat subuh berjama’ah waktu itu, dan tidak juga terisi penuh. Begitulah kondisi shalat subuh di mushalla perumahan tempat Ayah Qanitah tinggal, tidak banyak jama’ah yang hadir. Kondisi seperti ini mungkin juga sama di masjid-masjid atau mushalla-mushalla lainnya. Sepi dari jama’ah yang hadir.

Tidak ada teman sebaya Qanitah pada waktu shalat shubuh berjama’ah itu. Setelah selesai shalat Qanitah pun coba melihat kebelakang, melihat shaf tempat shalat untuk anak-anak perempuan. Hanya hamparan sajadah panjang saja yang ada. Disitu biasanya Qanitah dan teman-teman sebayanya ketika shalat maghrib berjama’ah, disitu juga tempat untuk anak-anak perempuan mengaji Iqra’ setelah shalat Maghrib.

Setelah selesai berdo’a Ayah Qanitah mengajak anaknya untuk kembali kerumah. Sebelum keluar dari ruang mushalla, Ayah Qanitah mengeluarkan selembar uang kertas yang sudah di lipat dari sakunya Rp 5.000,-. Diberikannya lipatan uang kertas itu kepada Qanitah dan sambil berkata: “Qanitah ini uangnya cemplungin ke kotak amal jariah”, “Yang mana Ayah?...”, “Itu kotak amalnya...” Ayah Qanitah sambil menunjuk kotak amal yang ada di sebelah kiri pintu musholla, “Oh itu… celengan ya Ayah…”, “Bukan, itu bukan celengan, itu kotak amal” Ayah Qanitah menjelaskan, “Koq kaya’ celengan ya Ayah…”, “Iya ada lubang untuk cemplungin uangnya ya…”. Qanitah pun mengulurkan tangannya ke kotak amal itu, sambil mencemplungkan uang kertas yang ada dalam genggamannya, seraya berkata “Bismillahirrahmanirrahiiim…”

Merekapun melangkah keluar musholla dan berjalan menuju rumah. Alhamdulillah… Ayah Qanitah bersyukur kepada Allah SWT, karena anaknya mendapatkan pelajaran kebaikan di waktu subuh yang dapat ia berikan dan contohkan. Pelajaran kebaikan shalat subuh berjama’ah dan mengeluarkan sebagian rizki untuk di infaq-kan di jalan Allah.

”Shalat berjamaah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari Muslim)

“Barangsiapa yang sholat Isya’ berjamaah maka seakan-akan dia telah shalat setengah malam. Dan barangsiapa shalat subuh berjamaah maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh.” (HR. Muslim)

“Para malaikat berkumpul pada saat shalat subuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga subuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu solat ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga solat ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-Ku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’.”(HR. Ahmad)

“Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali dua malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, “Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang ber-infaq”. Dan lainnya berkata, “Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang bakhil” (HR. Bukhari Muslim)

04 Juli 2010

Dalam Nikmat Ukhuwah

oleh: Addy

Perjalanan panjang yang melelahkan
Hadirkan nuansa cinta ilahi
Kebersamaan tercipta
Dalam nikmat ukhuwah

Segala rintangan yang datang
Coba selesaikan bersama
Amal jamai tercipta
Dalam nikmat ukhuwah

Allah takkan menyiakan
Segala apa yang dikerjakan
Semua akan ada balasan
Ridho ilahi diutamakan

Wajah ceria diantara kita
Kadang berubah gelisah
Suka duka tercipta
Dalam nikmat ukhuwah

Saling nasihat diantara kita
Coba kita jalankan
Mencintai saudara tercipta
Dalam nikmat ukhuwah

Allah takkan menyiakan
Segala apa yang dikerjakan
Semua akan ada balasan
Ikhlas di hati hadirkan

20 September 2004 / 5 Sya’ban 1425 H
(dalam perjalanan wisata rohani ke darut tauhid bandung 18-19 sep ‘04)